Channelsultra.com, TATANGGE - seluruh Masyarakat Dua Desa, yang tergabung dalam forum Masyarakat Desa TATANGGE dan LANOWULU, lakukan aksi damai di Depan Kantor Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watu Wohai, yang terletak pada perbatasan Kab. Konsel dan Kab. Bombana, tepatnya di Desa Tatangge, Kec. Tinanggea, Kab. Konawe Selatan, Prov. Sulawesi Tenggara.
Dalam pergerakan massa aksi dari Masyarakat Dua Desa, yang mengatas namakan Forum Masyarakat, bergerak dari Lapangan Sepak Bola Desa Lanowulu, sebagai titik perkumpulan kemudian ratusan Massa aksi bergerak menuju Kantor Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watu Mohai sebagai titik tujuan dalam menyampaikan aspirasinya, Kamis 22 Oktober 2020.
Dalam menyampaikan aspirasi, Korlap melakukan orasi dengan mengatakan bahwa" pada Masyarakat Dua Desa, Yakni Desa Lanowulu dan Desa Tatangge, hari ini kita datang untuk menyampaikan aspirasi, menyampaikan keluhan kita, bahwa sudah 30 tahun yang lalu, sejak seluruh aset - aset, seluruh tanah yang telah ditetapkan sebagai Taman Nasional, sehingga yang menjadi SDA yang dapat dimanfaatkan oleh Masyarakat tidak lagi dapat dinikmati dan dirasakan yang berdafak pada kemiskinan Masyarakat", ucap Irman dalam aksi Damai.
"Dengan ditetapkannya seluruh Lahan menjadi Taman Nasional, menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada Masyarakat Dua Desa, karena penetapan Lahan dan kawasan sebagai Taman Nasional Rawa Aopa Watu Mohai berfotensi menjadi penyebab terjadinya peningkatan kemiskinan pada Masyarakat, yang dengan terpaksa banyak Masyarakat Dua Desa harus meninggalkan Kampungnya untuk keluar mencari nafka", teriak orator.
Dampak yang ditimbulkan oleh penetapan lahan menjadi Taman Nasional, semakin memprihatinkan dan dirasakan oleh Masyarakat, yang menjadi penyebab utama persendian ekonomi Warga menjadi semakin merosot, bahwa Tanah dan lahan yang dapat dimanfaatkan Masyarakat untuk bercocok tanam demi mempertahankan kehidupan tidak lagi diijinkan oleh para pemangku kebijakan, sambung Irman sebagai ketua forum Masyarakat dalam orasinya.
Bahwa, kemiskinan, kesusahan, tambahnya, telah berlangsung sudah puluhan tahun, yang seharusnya Petugas dalam Kantor Balai Taman Nasional memberikan ruang pada Masyarakat untuk mengolah tanah yang telah menjadi Taman Nasional, tanpa harus Masyarakat membuat proposal sebagai proses untuk mendapatkan persetujuan untuk mengolah Tanah, terikak orator aksi.
Menurut Orator, bahwa selamah ini Masyarakat hanya hidup pada sebidang Tanah yang telah dibatasi 500 meter di depan dan 500 meter dibelakang, serta setiap aktifitas Masyarakat untuk mencukupi keperluan perumahannya harus selalu mendapatkan ijin dari petugas Taman Nasional Rawa Aopa, sementara keperluan akan kayu dalam membuat rumah Masyarakat berada pada lingkungan Kawasan Taman Nasional, teriaknya.
Kehadiran Masyarakat hari ini, merupakan bukti, akan kesabaran yang telah ditanggung selamah ini, yang seharusnya, konsep dalam pengelolaan Taman Nasional harus berpijak pada kelestarian Hutan dan kesejahteraan Masyarakat sekitar, tegas Perwakilan Forum Masyarakat dalam aksi.
Kehadiran kami saat ini, dalam rangka untuk mendapatkan ijin olah saja, agar tanah yang ada dalam kawasan Taman Nasional dapat kami pergunakan untuk kelangsungan hidup kami saja, tidak untuk dimiliki dan tidak untuk dirusak, juga tidak untuk kami mencari kekayaan, akan tetapi kelestarian Taman Nasional juga akan kami selalu jaga kelestariannya, tegas Irman sebagai ketua forum Masyarakat Dua Desa.
Masyarakat Lanowulu dan Tatangge sudah mengajukan proposal sejak Bulan 2 yang lalu, yang kurang lebih 10 Bulan, diskusi - diskusi juga telah dilakukan dengan Kepalan Wilaya, telah bertemu dengan ka Balai Taman Nasional, juga berdiskusi dengan Bupati Konsel, H.Surunuddin Dangga, yang berlangsung di Balai Desa Lanowulu, telah berdiskusi oleh DPRD Prov. Sulawesi Tenggara, kemudian mengikuti rapat terpadu di Kab. Konsel, kemudian Perwakilan Masyarakat melalui 2 Desa telah bersama - sama dengan Bupati mengantar surat permohonan Masyarakat Dua Desa, kepada Ditjen pengelolah Taman Nasional untuk mberikan kesempatan dan akses pengelolaan, sebagaimana yang diatur dalam Perdirjen Nomor 6, di pasal 1 hingga sampai pasal 3, yang berbunyi, bahwa Masyarakat setempat dapat diberikan untuk mengelolah sebagian kawasan Taman Nasional demi kesejateraannya, berupa budidaya tanaman biji - bijian dan buah - buahan, papar Irman di Lokasi aksi.
Dalam aksi massa, menuntut ka Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watu Mohai, agar secepatnya menerbitkan ijin akses pengelolaan sebagian kawasan Taman Nasional yang ada di belakang perkampungan dan kami dapat jadikan sebagai lokasi persawahan, tegasnya.
Kedua ka. Balai Taman Nasional dan jajarannya, dalam penegakan supermasi hukum agar dapat adil dan merata, pada seluruh kawasan yang ada dalam Taman Nasional, dan yang ketiga adalah, apabilah dalam waktu 14 Hari, belum ada keputusan dari Ka. Balai Taman Nasional tentang ijin pemberian akses untuk pengelolaan sebagian kawasan Taman Nasional pada Masyarakat, maka kami akan menolak seluruh program - program yang ditawarkan oleh Taman Nasional, karena tidak bersentuhan dan berdampak positif pada Masyarakat Dua Desa, tutup Orator.
Pantauan Channelsultra di Lokasi aksi, terlihat Aparat Kepolisian dari 5 Kapolsek di Konsel, yang hadir dalam memberikan pengawalan terhadap berjalannya aksi unjuk rasa, dari Lima Polsek tersebut terlihat masing - masing Kapolsek, yakni Kapolsek Tinanggea, IPTU Hendriyanto, S.I.K, Kapolsek Palangga Selatan, IPDA Azis Doali, Kapolsek Palangga, IPTU Rusmin, Kapolsek Atari Jaya, IPTU H. Saidil Umar, dan Kapolsek Andoolo, IPTU Nouvaldry Widiatam, S.I.K.
Dalam aksi ini, permintaan massa aksi untuk bertemu langsung dengan ka. Balai Taman Nasional, Ali Bahri, dikabulkan. Atas upaya mediasi oleh Kapolsek Tinangge dan personil lainya, sehingga beberapa perwakilan massa aksi dan Dua Kades ikut serta masuk berdiskusi di Ruangan Ka. Balai Taman Nasional, juga prosedur protokol kesehatan Masi tetap dilaksanakan.
Laporan : Akbar